Malam semakin larut saat itu sedangkan aku masih saja
terjaga didepan layar laptop yang aku beli lima tahun yang lalu sembari
mendengarkan lagu-lagu dan membuka salah satu sosial media yang menjadi mediaku
untuk berinterkasi dengan kawan lama, facebook. Tiba-tiba muncul di obrolanku
salah satu orang yang masuk dalam daftar pencarianku beberapa hari itu yaitu
Armin, adik kelas yang beberapa tahun terakhir ini menjadi partnerku dalam
kegiatan alam bebas termasuk kegiatan palang merah yang ada di SMA tempat kami
pernah belajar bersama. Aku mencari dia untuk menanyakan kabar sleeping bag dan
matrasku yang ia pinjam beberapa bulan yang lalu. Tak lama kami mengobrol
ngalor ngidul sampai akhirnya ia menanyakan kesiapanku untuk ikut mendaki ke
Tanralili, sebuah danau yang berada di desa Lengkese, kec. Tinggi Moncong, kab.
Gowa. Danau ini adalah salah satu destinasi wisata alam yang terkenal di
Sulawesi Selatan dengan ketinggian ±1800 mdpl. Tanpa fikir panjang aku
langsung mengatakan iya karena kebetulan aku belum pernah kesana selain itu
rasanya aku kangen melakukan pendakian setelah beberapa bulan fokus ke
aktivitas perkuliahan. Beberapa minggu kemudian tiba-tiba sebuah pesan BBM
masuk dan ternyata Ammink (sapaan akrabku ke dia) kembali menanyakan
keseriusanku untuk ikut. Aku balik
bertanya ke dia “memang kapan berangkat kah?” “besok” katanya. Oh my God….
“gimana?” tanya lagi. “ok.” kataku. “ok, besok aku jemput jam 7 na?”katanya.
Malam itu Akhirnya aku packing seadanya karena kebetulan hari itu aku sangat
lelah seharian beraktivitas di kampus ditambah sakit perut yang melanda dengan
tiba-tiba.
Kami memulai pendakian pada tanggal 30 Januari 2016.
Pagi-pagi sekali aku sudah siap karena pukul tujuh pagi Ammink bilang akan
menjemputku. Tiga puluh menit berlalu namun batang hidungnya pun belum muncul.
Tiba-tiba sebuah pesan BBM masuk. “Posisi?” tanyanya. “Di jonggol, ya di kostku
lah, manamo?” tanyaku balik. “ hehe… tunggumi” katanya dengan santai. Ya…
terpaksa aku harus menunggu sampai ia datang menjemput karena tidak mungkin aku
pergi sendiri saat itu. Akhirnya sekitar pukul sembilan pagi ia pun datang
dengan senyum yang membuatku serasa ingin nonjok mukanya tapi membuat ku ketawa
lebih dulu. Aku kira kami akan segera berangkat namun ternyata kami berdua
harus singgah terlebih dahulu di sebuah kost yang ternyata merupakan teman
sekampus Ammink untuk packing peralatan regu dan makanan. Jujur aku saat itu
agak kikuk rasanya, karena aku tidak mengenal satupun dari mereka. Namun
akhirnya aku mencoba santai dengan melemparkan senyum dan sok akrab dalam
beberapa kesempatan. Akhirnya kami pun berangkat dan aku mendapat jatah
menggendong carrier yang berkapasitas 45
liter milik Ammink yang mau tidak mau harus aku bawa. Sepanjang perjalanan
menuju kabupaten Gowa rasanya aku tidak bisa menikmati pemandangan dikarenakan
helm yang aku pakai longgar ditambah carrier yang miring sana sini. Sesampainya
di sebuah persimpangan jalan Ammink dan aku berhenti karena ternyata Ammink dan
teman-temannya tidak tahu jalan menuju ke danau Tanralili. Aku tepok jidad
melihat mereka berempat yang melemparkan senyum terbaiknya ke Ammink. Yang artinya mereka menyuruh Ammink jadi penunjuk jalan dan
ternyata Ammink pun tak melihat jalan menuju danau. Kami pun
melanjutkan perjalanan sampai pada sebuah pertigaan jalan dan kembali menanyakan
arah menuju Tanralili kepada seorang ibu paruh baya yang kebetulan keluar dari
rumahnya. Kami pun memilih lurus karena kata ibu yang kami tanya Tanralili
sudah dekat sembari menunjuk lurus kedepan. Perjalanan pun kami lanjutkan
dengan mengandalkan papan penujuk arah menuju danau Tanralili yang akhirnya
terlihat setelah beberapa menit perjalanan. Setelah beberapa jam perjalanan,
kami pun akhirnya sampai di lokasi menuju danau. Kami memarkirkan kendaraan di
rumah warga yang menyediakan jasa tempat parker dengan tarif Rp.
5000/motor/malam.
Gerbang menuju danau |
Registrasi |
Seperti biasanya sebelum memulai pendakian kami pun berdoa
terlebih dahulu. Setelah berdoa, pendakian pun kami mulai dengan melewati
perkebunan warga sebelum akhirnya menanjak. Akan ada tiga kali tanjakan dan
tiga kali turunan sebelum mencapai danau. Jalur pendakiannya juga sangat jelas
jadi tidak usah khawatir bakal tersesat. Selain itu persediaan air juga sangat
banyak sepanjang perjalanan.
Selama pendakian cerita dan candaan tak henti-hentinya
terlontar. Saya hanya bisa tersenyum dan tertawa kecil mengingat aku belum
terlalu akrab dengan mereka, Ilo, Hasma, Hajra, dan Palli yang aku tahu namanya
lewat cerita-cerita sepanjang perjalanan. Setelah berjalan cukup jauh akhirnya
kami pun beristirahat sejenak. Rasanya aku sudah tidak sanggup melakukan
perjalan mungkin karena sakit perut yang melandaku malam sebelum berangkat.
Akhirnya Palli membantuku dengan membawakan daypack ku setengah perjalan
sebelum aku yang membawanya kembali. Rasanya tidak enak tapi yah….mau diapa
lagi. Setelah istirahat akhirnya kami melanjutkan pendakian yang tinggal
sedikit lagi sebelum mencapai danau.
Salah satu hal yang membuatku takjub dari kawan-kawan sesama
pendaki adalah keramahannya. Hal ini terbukti dari tegur sapa yang terlontar
setiap kali bertemu dengan pendaki lain baik yang kebetulan dalam perjalanan
pulang ataupun yang sedang beristirahat karena lelah. Inilah yang membuatku
betah dan bangga bisa mengenal dunia pendakian sampai saat ini. Karena dibalik
penampilan yang sangar dan acak-acakan terdapat keramahan dan kepedulian sesama
yang begitu tinggi didalamnya.
Rehat |
Jalur naga |
Akhirnya kami pun sampai di tanjakan yang ketiga dan ini
merupakan tanjakan yang terakhir sebelum mencapai danau. Dan disini kami kembali
beristirahat sembari melihat ke arah permukaan danau yang sudah terlihat sangat
dekat. Tak lama kami beristirahat kemudian kami melanjutkan perjalanan melewati
turunan yang terakhir. Akhirnya….sekitar pukul 16.00 WITA kami pun sampai di
danau Tanralili yang sudah diimpi-impikan sejak semalam. Aku sendiri masih tidak
menyangka akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di danau ini. Sesampainya di
depan danau kami pun langsung mencari lokasi permukaan tanah yang datar untuk
mendirikan tenda. Sementara aku dan dua orang cewek lainnya Hasma an Hajra
beristirahat sembari meletakkan daypack masing-masing, Ammink dan Ilo segera
mengelilingi danau mencari lokasi yang pas untuk mendirikan tenda. Sedangkan
Palli masih berdiri memandang sekeliling. Beberapa menit kemudian Ammink dan Ilo pun kembali. Mereka
memutuskan untuk mendirikan tenda di lokasi yang tak jauh dari tranggulasi dan
papan larangan di depan danau.
Baru tiba |
Setelah tenda berdiri kami pun langsung mengeluarkan
barang-barang bawaan kami termasuk makanan dan peralatan makan serta peralatan
masak. Yang menjadi juru masak kali ini adalah Palli yang katanya potong rambut
gondrongnya sebelum nanjak ke Tanralili. Sembari menunggu makanan yang dimasak
matang, kami sempatkan untuk mengambil gambar sebagai kenang-kenangan di danau
ini. Di tengah riuhnya para pendaki lain yang mulai berdatangan dan suara
teriakan teman-teman yang sedang asyik mengambil gambar tiba-tiba kau teringat
kejadian beberapa bulan yang lalu di danau tersebut. Seorang pendaki tewas
ketika asyik berenang di danau. Menurut info pendaki tersebut mengalami keram
kaki saat berenang di danau dan akhirnya tenggelam. Saya turut berduka cita
yang sedalam-dalamnnya. Terkadang, kejadian di alam bebas memang tak bisa
diprediksi sebelumnya.
view dari depan tenda |
view samping tenda...senja. |
Leader |
Setelah puas mengambil gambar kami pun beristirahat di tenda
sembari menunggu makanan matang. Tak berapa lama kemudian makanan pun siap dan
kami pun akhirnya makan juga setelah sekian jam perut kami birkan kosong.
Setelah makan aku, Hasma, dan Hajra membereskan peralatan makan kemudian menuju
sungai kecil untuk mencuci peralatan makan dan masak.
Hasma & Hajra |
Air disini terasa sangat dingin sampai ke tulang ditambah
udara yang dingin. Kami kembali ke tenda dan kembali memasak air untuk menyeduh
kopi. Yah kopi panas memang salah satu minuman yang tepat disaat cuaca dingin di
pegunungan. Sembari menikmati hangatnya kopi kami pun bersenda gurau. Saling
melemparkan pertanyaan dan candaan-candaan yang mengundang gelak tawa. Semakin
lama suasana diantara kami pun semakin cair. Yang awalnya tidak terlalu banyak
bicara akhirnya banyak bicara. Yang awalnya tidak kenal akhirnya saling kenal
dan akhirnya akrab.
Maghrib pun tiba dan kami pun bersiap-siap sholat maghrib
dan setelah sholat maghrib kami kembali menyeduh kopi untuk yang kesekian
kalinyan. Yah namanya juga lagi di gunung, salah satu aktivitasnya ya nyeduh
kopi :D. malam semakin larut dan udara pun juga semakin dingin tapi kami masih
saja bertahan ngalor ngidul di depan tenda serta sesekali tak sengaja
mendengarkan percakapan pendaki lain dari tenda masing-masing. Waktu saat itu
sudah menunjukkan pukul 09.00 WITA dan masih ada pendaki yang baru tiba. Mungkin
karena saat itu akhir pekan jadi wajar saja. Tak ada petikan gitar dan api
unggun pun tak ada. Hanya gurauan para pendaki dan suara angin yang berhembus
yang terdengar saat itu. Ini benar-benar kembali ke alam. Tak berapa lama
kemudian aku masuk ke tenda dan mempersiapkan peralatan tidur. Untung cuaca
saat itu tidak terlalu dingin karena ternyata Hasma dan Hajra tak satupun dari
mereka membawa sleeping bag. Adduh….aku tepok jidad, nekat benar ni anak berdua
ke alam bebas pegunungan tanpa peralatan yang memadai. Untungnya sleeping bag
yang aku bawa model cabin jadi bisa berbagi dengan yang lain.
Sekitar pukul 3 subuh tiba-tiba aku terbangun karena aku
merasakan basah di bagian kaki. Ternyata air sudah menembus kedalam tenda.
Kunyalakan handphone yang sejak semalam aku genggam dan aku segera menarik
barang-barang yang ada di pinggiran tenda dan tertidur lagi setelah merasa
semua barang-barang aman.
Pagi pun tiba dan udara di luar tenda pun sangat dingin.
Yang menyebabkan aku dan yang lainnya harus berdiam diri sejenak di dalam tenda
sembari memikirkan apa yang akan dilakukan. Tiba-tiba Palli datang dari arah
sungai dan ternyata Pallid an Ilo sejak subuh tidak tertidur dikarenakan tenda
mereka kebanjiran. Beberapa menit kemudian Hajra memaksa untuk ke sungai karena
dia sudah tidak tahan kepengen buang air kecil. Akhirnya kami bertiga terpaksa
menembus dinginnya udara pagi saat itu menuju sungai yang airnya gila dingin
banget. Brrrr……
Pagi setelah hujan |
Setelah cuci muka dan beres-beres selesai, kami bersiap
kembali ke tenda. Di perjalanan mnuju tenda aku tiba-tiba memberhentikan
langkahku. Pemandangan dari arah sini sangat indah.
Sesampainya di tenda ternyata Ammink, Ilo, dan Palli belum
melakukakan apa-apa sama sekali alias belum masak air panas. Ternyata kompor
yang kami punya belum dibalikin sama yang pinjam semalam. Wah….kamvret juga
kalau begitu. Udah dikasi hati minta jantung pula. Akhirnya dengan terpaksa
Ammink ke tenda orang itu dan meminta kompor kami yang dipinjam dari semalam. Setelah
kompor kembali, kamipun akhirnya menyeduh kopi sembari menatap ke atas
ketinggian dimana orang-orang udah ramai nanjak buat foto-foto. Setelah selesai
kami pun bersiap-siap untuk nanjak juga. Yah pastinya buat foto-foto juga.
Pemandangan dari atas sini sangat indah dengan latar
belakang danau tanralili. Rasanya kayak di ranu kumbolo gunung Semeru walaupun aku
belum pernah kesana sih :D.
With Hasma |
Danau Tanralili |
Setelah puas berfoto-foto, kami pun menuju ke salah satu air
terjun yang ada di sekitar kawasan danau tanralili. Letaknya sih lumayan jauh
dan butuh perjuangan buat sampai kesana. Tapi lelahnya perjalanan sebanding
dengan pemandangan yang disuguhkan. Kami berempat saja karena Ilo dan Hajra
kebetulan jaga tenda. Cukup lama kami berada di air terjun sebelum kami kembali
ke tenda buat sarapan rangkap makan siang.
Matahari semakin terik dan kami pun bersiap-siap untuk
kembali ke kota Makassar. Rencananya sih pukul 3 sore namun tanpa disadari kami
packing dan bersiap nanjak lagi sebelum pukul 3. Hmm….rasanya mau nge-camp
semalam lagi. Banyak pengalaman berharga yang saya dapat dari perjalanan kali
ini. Termasuk bertemu dan akhirnya berteman dengan orang-orang yang sebelumnya
tidak saya kenal sama sekali. Thank to Ammink yang selalu sabar atas ocehan
saya dan juga thanks to Ilo, Palli, Hasma, dan Hajra atas keakraban dan
kerjasamanya yang begitu hangat mulai dari berangkat dari Makassar, di
perjalanan nanjak menuju danau, dan sampai kita balik lagi ke Makassar. Dan Thanks
to Allah yang sudah menciptakan bumi dan seisinya yang begitu indah, Danau
Tanralili.