Kamis, 25 Februari 2016

Pendakian Perdana Kami Menuju Danau Tanralili (Yang aku sebut Ranu Kumbolo-nya Sulawesi versi gunung Bawakaraeng )



      Malam semakin larut saat itu sedangkan aku masih saja terjaga didepan layar laptop yang aku beli lima tahun yang lalu sembari mendengarkan lagu-lagu dan membuka salah satu sosial media yang menjadi mediaku untuk berinterkasi dengan kawan lama, facebook. Tiba-tiba muncul di obrolanku salah satu orang yang masuk dalam daftar pencarianku beberapa hari itu yaitu Armin, adik kelas yang beberapa tahun terakhir ini menjadi partnerku dalam kegiatan alam bebas termasuk kegiatan palang merah yang ada di SMA tempat kami pernah belajar bersama. Aku mencari dia untuk menanyakan kabar sleeping bag dan matrasku yang ia pinjam beberapa bulan yang lalu. Tak lama kami mengobrol ngalor ngidul sampai akhirnya ia menanyakan kesiapanku untuk ikut mendaki ke Tanralili, sebuah danau yang berada di desa Lengkese, kec. Tinggi Moncong, kab. Gowa. Danau ini adalah salah satu destinasi wisata alam yang terkenal di Sulawesi Selatan dengan ketinggian ±1800 mdpl. Tanpa fikir panjang aku langsung mengatakan iya karena kebetulan aku belum pernah kesana selain itu rasanya aku kangen melakukan pendakian setelah beberapa bulan fokus ke aktivitas perkuliahan. Beberapa minggu kemudian tiba-tiba sebuah pesan BBM masuk dan ternyata Ammink (sapaan akrabku ke dia) kembali menanyakan keseriusanku untuk ikut. Aku  balik bertanya ke dia “memang kapan berangkat kah?” “besok” katanya. Oh my God…. “gimana?” tanya lagi. “ok.” kataku. “ok, besok aku jemput jam 7 na?”katanya. Malam itu Akhirnya aku packing seadanya karena kebetulan hari itu aku sangat lelah seharian beraktivitas di kampus ditambah sakit perut yang melanda dengan tiba-tiba.
       Kami memulai pendakian pada tanggal 30 Januari 2016. Pagi-pagi sekali aku sudah siap karena pukul tujuh pagi Ammink bilang akan menjemputku. Tiga puluh menit berlalu namun batang hidungnya pun belum muncul. Tiba-tiba sebuah pesan BBM masuk. “Posisi?” tanyanya. “Di jonggol, ya di kostku lah, manamo?” tanyaku balik. “ hehe… tunggumi” katanya dengan santai. Ya… terpaksa aku harus menunggu sampai ia datang menjemput karena tidak mungkin aku pergi sendiri saat itu. Akhirnya sekitar pukul sembilan pagi ia pun datang dengan senyum yang membuatku serasa ingin nonjok mukanya tapi membuat ku ketawa lebih dulu. Aku kira kami akan segera berangkat namun ternyata kami berdua harus singgah terlebih dahulu di sebuah kost yang ternyata merupakan teman sekampus Ammink untuk packing peralatan regu dan makanan. Jujur aku saat itu agak kikuk rasanya, karena aku tidak mengenal satupun dari mereka. Namun akhirnya aku mencoba santai dengan melemparkan senyum dan sok akrab dalam beberapa kesempatan. Akhirnya kami pun berangkat dan aku mendapat jatah menggendong carrier  yang berkapasitas 45 liter milik Ammink yang mau tidak mau harus aku bawa. Sepanjang perjalanan menuju kabupaten Gowa rasanya aku tidak bisa menikmati pemandangan dikarenakan helm yang aku pakai longgar ditambah carrier yang miring sana sini.     Sesampainya di sebuah persimpangan jalan Ammink dan aku berhenti karena ternyata Ammink dan teman-temannya tidak tahu jalan menuju ke danau Tanralili. Aku tepok jidad melihat mereka berempat yang melemparkan senyum terbaiknya ke Ammink. Yang artinya mereka menyuruh Ammink jadi penunjuk jalan dan ternyata Ammink pun tak melihat jalan menuju danau. Kami pun melanjutkan perjalanan sampai pada sebuah pertigaan jalan dan kembali menanyakan arah menuju Tanralili kepada seorang ibu paruh baya yang kebetulan keluar dari rumahnya. Kami pun memilih lurus karena kata ibu yang kami tanya Tanralili sudah dekat sembari menunjuk lurus kedepan. Perjalanan pun kami lanjutkan dengan mengandalkan papan penujuk arah menuju danau Tanralili yang akhirnya terlihat setelah beberapa menit perjalanan. Setelah beberapa jam perjalanan, kami pun akhirnya sampai di lokasi menuju danau. Kami memarkirkan kendaraan di rumah warga yang menyediakan jasa tempat parker dengan tarif Rp. 5000/motor/malam.
Gerbang menuju danau
Registrasi
Setelah memarkirkan motor, kami pun mendaftarkan anggota team di pos registrasi dan membayar biaya registrasi sebesar Rp. 2000/orang. Sembari menulis nama anggota dan makanan yang dibawa kami juga mendapat beberapa arahan dari penjaga posko terutama tentang sampah. Seluruh jenis makanan yang dibawa harus dicatat dan nantinya sampah dari makanan yang dibawa akan di cek embali di pos registrasi setelah pulang dari pendakian. Hal ini dimaksudkan agar kebersihan gunung dan danau tetap terjaga dan juga mengajarkan tanggungjawab bagi para pendaki. Selain itu kita dilarang membawa spidol. Yah tentu saja untuk menghindari coretan-coretan yang akan merusak pemandangan. Bagi yang ingin menuliskan salam atau apalah di sebuah kertas bisa menuliskannya terlebih dahulu sebelum mendaki karena spidol yang dibawa akan di tahan di pos registrasi. Intinya bawa sampahmu turun gunung.

       Seperti biasanya sebelum memulai pendakian kami pun berdoa terlebih dahulu. Setelah berdoa, pendakian pun kami mulai dengan melewati perkebunan warga sebelum akhirnya menanjak. Akan ada tiga kali tanjakan dan tiga kali turunan sebelum mencapai danau. Jalur pendakiannya juga sangat jelas jadi tidak usah khawatir bakal tersesat. Selain itu persediaan air juga sangat banyak sepanjang perjalanan.
Selama pendakian cerita dan candaan tak henti-hentinya terlontar. Saya hanya bisa tersenyum dan tertawa kecil mengingat aku belum terlalu akrab dengan mereka, Ilo, Hasma, Hajra, dan Palli yang aku tahu namanya lewat cerita-cerita sepanjang perjalanan. Setelah berjalan cukup jauh akhirnya kami pun beristirahat sejenak. Rasanya aku sudah tidak sanggup melakukan perjalan mungkin karena sakit perut yang melandaku malam sebelum berangkat. Akhirnya Palli membantuku dengan membawakan daypack ku setengah perjalan sebelum aku yang membawanya kembali. Rasanya tidak enak tapi yah….mau diapa lagi. Setelah istirahat akhirnya kami melanjutkan pendakian yang tinggal sedikit lagi sebelum mencapai danau.
Salah satu hal yang membuatku takjub dari kawan-kawan sesama pendaki adalah keramahannya. Hal ini terbukti dari tegur sapa yang terlontar setiap kali bertemu dengan pendaki lain baik yang kebetulan dalam perjalanan pulang ataupun yang sedang beristirahat karena lelah. Inilah yang membuatku betah dan bangga bisa mengenal dunia pendakian sampai saat ini. Karena dibalik penampilan yang sangar dan acak-acakan terdapat keramahan dan kepedulian sesama yang begitu tinggi didalamnya.
Rehat

Jalur naga
       Akhirnya kami pun sampai di tanjakan yang ketiga dan ini merupakan tanjakan yang terakhir sebelum mencapai danau. Dan disini kami kembali beristirahat sembari melihat ke arah permukaan danau yang sudah terlihat sangat dekat. Tak lama kami beristirahat kemudian kami melanjutkan perjalanan melewati turunan yang terakhir. Akhirnya….sekitar pukul 16.00 WITA kami pun sampai di danau Tanralili yang sudah diimpi-impikan sejak semalam. Aku sendiri masih tidak menyangka akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di danau ini. Sesampainya di depan danau kami pun langsung mencari lokasi permukaan tanah yang datar untuk mendirikan tenda. Sementara aku dan dua orang cewek lainnya Hasma an Hajra beristirahat sembari meletakkan daypack masing-masing, Ammink dan Ilo segera mengelilingi danau mencari lokasi yang pas untuk mendirikan tenda. Sedangkan Palli masih berdiri memandang sekeliling. Beberapa menit kemudian Ammink dan Ilo pun kembali. Mereka memutuskan untuk mendirikan tenda di lokasi yang tak jauh dari tranggulasi dan papan larangan di depan danau.
Baru tiba

Setelah tenda berdiri kami pun langsung mengeluarkan barang-barang bawaan kami termasuk makanan dan peralatan makan serta peralatan masak. Yang menjadi juru masak kali ini adalah Palli yang katanya potong rambut gondrongnya sebelum nanjak ke Tanralili. Sembari menunggu makanan yang dimasak matang, kami sempatkan untuk mengambil gambar sebagai kenang-kenangan di danau ini. Di tengah riuhnya para pendaki lain yang mulai berdatangan dan suara teriakan teman-teman yang sedang asyik mengambil gambar tiba-tiba kau teringat kejadian beberapa bulan yang lalu di danau tersebut. Seorang pendaki tewas ketika asyik berenang di danau. Menurut info pendaki tersebut mengalami keram kaki saat berenang di danau dan akhirnya tenggelam. Saya turut berduka cita yang sedalam-dalamnnya. Terkadang, kejadian di alam bebas memang tak bisa diprediksi sebelumnya.

view dari depan tenda

view samping tenda...senja.

Leader

Setelah puas mengambil gambar kami pun beristirahat di tenda sembari menunggu makanan matang. Tak berapa lama kemudian makanan pun siap dan kami pun akhirnya makan juga setelah sekian jam perut kami birkan kosong. Setelah makan aku, Hasma, dan Hajra membereskan peralatan makan kemudian menuju sungai kecil untuk mencuci peralatan makan dan masak.

Hasma & Hajra

Air disini terasa sangat dingin sampai ke tulang ditambah udara yang dingin. Kami kembali ke tenda dan kembali memasak air untuk menyeduh kopi. Yah kopi panas memang salah satu minuman yang tepat disaat cuaca dingin di pegunungan. Sembari menikmati hangatnya kopi kami pun bersenda gurau. Saling melemparkan pertanyaan dan candaan-candaan yang mengundang gelak tawa. Semakin lama suasana diantara kami pun semakin cair. Yang awalnya tidak terlalu banyak bicara akhirnya banyak bicara. Yang awalnya tidak kenal akhirnya saling kenal dan akhirnya akrab.
       Maghrib pun tiba dan kami pun bersiap-siap sholat maghrib dan setelah sholat maghrib kami kembali menyeduh kopi untuk yang kesekian kalinyan. Yah namanya juga lagi di gunung, salah satu aktivitasnya ya nyeduh kopi :D. malam semakin larut dan udara pun juga semakin dingin tapi kami masih saja bertahan ngalor ngidul di depan tenda serta sesekali tak sengaja mendengarkan percakapan pendaki lain dari tenda masing-masing. Waktu saat itu sudah menunjukkan pukul 09.00 WITA dan masih ada pendaki yang baru tiba. Mungkin karena saat itu akhir pekan jadi wajar saja. Tak ada petikan gitar dan api unggun pun tak ada. Hanya gurauan para pendaki dan suara angin yang berhembus yang terdengar saat itu. Ini benar-benar kembali ke alam. Tak berapa lama kemudian aku masuk ke tenda dan mempersiapkan peralatan tidur. Untung cuaca saat itu tidak terlalu dingin karena ternyata Hasma dan Hajra tak satupun dari mereka membawa sleeping bag. Adduh….aku tepok jidad, nekat benar ni anak berdua ke alam bebas pegunungan tanpa peralatan yang memadai. Untungnya sleeping bag yang aku bawa model cabin jadi bisa berbagi dengan yang lain.
      Sekitar pukul 3 subuh tiba-tiba aku terbangun karena aku merasakan basah di bagian kaki. Ternyata air sudah menembus kedalam tenda. Kunyalakan handphone yang sejak semalam aku genggam dan aku segera menarik barang-barang yang ada di pinggiran tenda dan tertidur lagi setelah merasa semua barang-barang aman.
       Pagi pun tiba dan udara di luar tenda pun sangat dingin. Yang menyebabkan aku dan yang lainnya harus berdiam diri sejenak di dalam tenda sembari memikirkan apa yang akan dilakukan. Tiba-tiba Palli datang dari arah sungai dan ternyata Pallid an Ilo sejak subuh tidak tertidur dikarenakan tenda mereka kebanjiran. Beberapa menit kemudian Hajra memaksa untuk ke sungai karena dia sudah tidak tahan kepengen buang air kecil. Akhirnya kami bertiga terpaksa menembus dinginnya udara pagi saat itu menuju sungai yang airnya gila dingin banget. Brrrr…… 
Pagi setelah hujan

Setelah cuci muka dan beres-beres selesai, kami bersiap kembali ke tenda. Di perjalanan mnuju tenda aku tiba-tiba memberhentikan langkahku. Pemandangan dari arah sini sangat indah.



Sesampainya di tenda ternyata Ammink, Ilo, dan Palli belum melakukakan apa-apa sama sekali alias belum masak air panas. Ternyata kompor yang kami punya belum dibalikin sama yang pinjam semalam. Wah….kamvret juga kalau begitu. Udah dikasi hati minta jantung pula. Akhirnya dengan terpaksa Ammink ke tenda orang itu dan meminta kompor kami yang dipinjam dari semalam. Setelah kompor kembali, kamipun akhirnya menyeduh kopi sembari menatap ke atas ketinggian dimana orang-orang udah ramai nanjak buat foto-foto. Setelah selesai kami pun bersiap-siap untuk nanjak juga. Yah pastinya buat foto-foto juga.

Pemandangan dari atas sini sangat indah dengan latar belakang danau tanralili. Rasanya kayak di ranu kumbolo gunung Semeru walaupun aku belum pernah kesana sih :D.




With Hasma

Danau Tanralili

Setelah puas berfoto-foto, kami pun menuju ke salah satu air terjun yang ada di sekitar kawasan danau tanralili. Letaknya sih lumayan jauh dan butuh perjuangan buat sampai kesana. Tapi lelahnya perjalanan sebanding dengan pemandangan yang disuguhkan. Kami berempat saja karena Ilo dan Hajra kebetulan jaga tenda. Cukup lama kami berada di air terjun sebelum kami kembali ke tenda buat sarapan rangkap makan siang.
Matahari semakin terik dan kami pun bersiap-siap untuk kembali ke kota Makassar. Rencananya sih pukul 3 sore namun tanpa disadari kami packing dan bersiap nanjak lagi sebelum pukul 3. Hmm….rasanya mau nge-camp semalam lagi. Banyak pengalaman berharga yang saya dapat dari perjalanan kali ini. Termasuk bertemu dan akhirnya berteman dengan orang-orang yang sebelumnya tidak saya kenal sama sekali. Thank to Ammink yang selalu sabar atas ocehan saya dan juga thanks to Ilo, Palli, Hasma, dan Hajra atas keakraban dan kerjasamanya yang begitu hangat mulai dari berangkat dari Makassar, di perjalanan nanjak menuju danau, dan sampai kita balik lagi ke Makassar. Dan Thanks to Allah yang sudah menciptakan bumi dan seisinya yang begitu indah, Danau Tanralili.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar